STORIES

Lessons Learned: Vaksin untuk Disabilitas dan Akses Inklusif untuk Semua

Ilustrasi (ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo)

Penyandang disabilitas termasuk kelompok rentan yang beresiko tinggi selama pandemi COVID-19. Percepatan vaksinasi COVID-19 di Indonesia mulai dilakukan dengan target pencapaian 1 juta dosis per hari. Dengan dilakukannya percepatan ini, perlu dipastikan agar masyarakat dari kelompok manapun dapat secara rata menerima vaksinasi yang diberikan.  

Pusat Kedokteran Tropis UGM bersama KAGAMA telah menghelat webinar berjudul “Vaksin untuk Disabilitas: Menyediakan Akses Inklusif untuk Semua” yang berlangsung pada hari Rabu (2/7) kemarin.

Webinar yang dibuka oleh sambutan dari Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp OG (K)., PhD selaku Dekan FK-KMK UGM tersebut dihadiri oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, Dr. Ir. Tri Rismaharini, M.T.; Koordinator Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Sekjen PP KAGAMA, Dr. AAGN Ari Dwipayana, S.IP., M.Si; dan Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Angkie Yudistia sebagai keynote speaker; Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan DINKES DIY, drg. Yuli Kusumastuti I. Putri, M.Kes; Ketua Difabel Siaga Bencana (DIFAGANA) DIY, Doddy Kurniawan Kaliri; dan Ketua Yayasan CIQAL, Nuning Suryatiningsih.

Tidak lupa pada webinar kali ini dihadirkan juru bahasa isyarat, (namanya siapa?), yang turut mendampingi selama webinar berlangsung sesuai dengan semangat inklusif yang dibawakan di topik webinar ini.

Prof Ova melalui sambutannya menekankan bagaimana penyandang disabilitas adalah kelompok rentan yang dengan segala resikonya rentan terabaikan dalam pandemi saat ini, terlebih lagi untuk program vaksinasi. Prof Ova berharap dengan diselenggarakannya webinar ini dapat menjadi dorongan bagi kita semua untuk menjalankan vaksinasi yang lebih inklusif di seluruh daerah. Tiga hal yang menyebabkan penyandang disabilitas terdampak lebih buruk saat pandemi ini adalah kurangnya informasi, situasi yang menyebabkan ketergantungan langsung penyandang disabilitas ke orang lain, dan aksesibilitas.

Topik oleh Mensos RI, Bu Risma, dibuka dengan pemaparan yang menunjukkan bahwa pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas diatur dalam undang-undang negara kita. Tantangan lain yang dihadapi oleh penyandang disabilitas adalah akses kesehatan yang belum ramah terhadap mereka dan resiko kehilangan pekerjaan yang lebih besar pada kelompok ini. Inovasi-inovasi banyak dapat kita lakukan selama pandemi ini berlangsung, salah satu inovasi yang disampaikan oleh Bu Risma adalah pembuatan masker dengan sisi depan transparan yang diperuntukkan bagi pendamping teman-teman tuli agar mereka masih bisa membaca gerak bibir kita.

Percepatan dan partisipasi adalah dua kata kunci yang disampaikan oleh Bapak Ari pada topik kedua. Pemberian vaksin harus dilakukan berbasis kelompok sasaran, di mana salah satu kelompok sasaran ini adalah teman-teman penyandang disabilitas. Hal ini bertujuan agar program vaksinasi ini tepat menyasar ke kelompok-kelompok yang memiliki resiko kerentanan lebih buruk dibandingkan kelompok yang lainnya.

Melalui materi oleh Bu Angkie Yudistia, yang juga seorang penyandang tuli, sebanyak 38 juta jiwa penyandang disabilitas hidup di Indonesia dengan jumlah paling besar terdapat di provinsi Jawa Barat. Kelompok ini kemudian dibagi menjadi lima ragam: penyandang disabilitas sensorik, motorik, intelektual, mental, dan ganda. Pengkategorian penyandang disabilitas lain adalah penyandang disabilitas genetik dan non-genetik. Dengan mengetahui keberagaman ini kita bisa lebih mengerti dalam memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kondisi-kondisi yang menyertai teman-teman penyandang disabilitas.

Selain itu, beliau juga menekankan bagaimana seorang penyandang disabilitas menghadapi tantangan yang lebih besar ketika dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka untuk melakukan isolasi mandiri. Karena keadaan yang masih membuat mereka harus tergantung dengan orang lain, memenuhi kebutuhan selama isolasi mandiri adalah hal yang tidak mudah bagi teman-teman penyandang disabilitas–terlebih lagi bagi mereka yang belum divaksin. Tentunya dengan belum mendapatkan vaksinasi, gejala yang dialami seorang penyandang disabilitas akan lebih berat dan menambah resiko yang lebih besar untuk berhasil melewati masa pemulihan. Gejala yang lebih berat akan meningkatkan angka hospitalisasi yang lebih besar, hal ini kemudian menjadi semakin kompleks karena tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang kita punya belum secara baik terfasilitasi untuk memberikan layanan yang sesuai kepada penyandang disabilitas. Hal inilah yang kemudian menjadi urgensi untuk mempercepat vaksinasi penyandang disabilitas.

Melalui pemaparan dokter gigi Yuli, program vaksinasi untuk tenaga kesehatan dan lansia yang tengah berjalan di DIY telah mencapai cakupan 112,26% untuk dosis pertama dan 58,9% untuk dosis kedua. Percepatan vaksinasi di DIY turut menggandeng mitra-mitra swasta lainnya untuk meningkatkan coverage yang lebih tinggi, termasuk ada di alamnya adalah coverage untuk kelompok penyandang disabilitas. Kolaborasi ini juga turut menggandeng organisasi-organisasi lain seperti Forum DIFAGANA (Difabel Siaga Bencana), PPDI (Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia), Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas DIY, dan relawan-relawan lainnya.

Pendekatan khusus yang dilakukan dalam kegiatan ini termasuk adanya tenaga pendamping yang menjembatani komunikasi antara teman-teman penyandang disabilitas dengan tenaga kesehatan selama vaksinasi berlangsung. Namun di luar dugaan, kebutuhan tenaga akan pendamping teman-teman penyandang disabilitas saat itu ternyata lebih besar. Hal ini terjadi karena ketidaksiapan dalam memetakan secara lebih dalam ragam kebutuhan yang ada pada teman-teman penyandang disabilitas.

Forum DIFAGANA melalui Pak Doddy menyampaikan kebutuhan utama yang perlu dipenuhi untuk teman-teman penyandang disabilitas adalah kebutuhan informasi seperti mengenai tata cara pendaftaran, penjelasan mengenai apa itu vaksin COVID-19, kebutuhan pendamping di lapangan, dan kebutuhan transportasi.

Hambatan lain disampaikan oleh Bu Nuning dari faktor internal teman-teman penyandang disabilitas sendiri dan faktor eksternal dari lingkungan. Penyandang disabilitas yang tidak terpenuhi hak pendidikannya menjadi tidak percaya diri karena merasa tidak memiliki keterampilan dan wawasan pengetahuan umum yang cukup untuk diterima di tengah masyarakat. Hal ini kemudian yang juga berkontribusi terhadap faktor eksternal masyarakat terkait penerimaan teman-teman penyandang disabilitas di tengah-tengah masyarakat yang ikut terhambat.

Video Webinar

Pranala Luar

Kemenkes RI. 2021. Surat Edaran Menteri Kesehatan Tentang Percepatan Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 Bagi Masyarakat Lanjut Usia, Penyandang Disabilitas, Serta Pendidik, dan Tenaga Pendidikan. No. HK.02.01/MENKES/598/2021

Sehat Negeriku. 2021. Yogyakarta Jadi Tempat Pertama Sentra Vaksin Ramah Disabilitas. [online] Available at: <https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20210617/5537918/yogyakarta-jadi-tempat-pertama-sentra-vaksin-ramah-disabilitas/>

Media Kompas, 2021. Kemenkes Mulai Lakukan Vaksinasi Covid-19 untuk 562.242 Penyandang Disabilitas Halaman all – Kompas.com. [online] KOMPAS.com. Available at: <https://nasional.kompas.com/read/2021/06/02/21274731/kemenkes-mulai-lakukan-vaksinasi-covid-19-untuk-562242-penyandang?page=all>